6 Filosofi Hidup Orang Jawa ini Bisa Membuat Anda Bijaksana - Indonesia dikenal dengan beragam suku dan budayanya. Dari 1.340 suku yang tersebar di Nusantara, budaya di setiap daerah telah memengaruhi karakter penduduknya. Dan tiap daerah memiliki ciri khas yang menjadi keunikan tersendiri.
Seperti masyarakat Jawa yang sangat kental dengan budayanya, mereka cenderung menjalani hidup sesuai dengan filosofi yang ada di Tanah Jawa. Setiap hal sederhana yang dilakukan menjadi terasa begitu berharga.
Dengan berpegang pada filosofi hidup yang mengalir di setiap pembuluh darah, membuat mereka bisa berbaur dengan siapa saja. Hal inilah yang membuat orang Jawa umumnya bisa bertahan di mana pun mereka berada. Hidup damai berdampingan dengan warga lain.
Mudahnya beradaptasi memberikan nilai plus bagi orang Jawa. Kita bisa belajar dari filosofi hidup orang Jawa untuk lebih bijaksana. Berikut 6 filosofi tersebut agar tetap survive di mana pun Anda berada.
Keramahan orang Jawa tak perlu diragukan lagi. Baik orang Jawa yang berada di Kepulauan Jawa maupun di daerah lain di Indonesia, rata-rata mereka memiliki sifat yang sama. Sifat kalemnya membuat banyak orang merasa nyaman dan ingin berlama-lama dekat dengan mereka.
Keramahan tersebut tidak hanya di lingkungan sosial saja, tapi juga di kehidupan keluarga. Mereka cenderung memberi sapa kepada siapa saja, baik orang lama maupun yang baru dikenalnya, bahkan yang belum dikenal pun tak luput dari keramahannya.
Mereka bisa melemparkan senyum kepada orang asing yang menatapnya. Kalau sudah seperti ini, siapa yang tidak adem ayem ya?
Jika Anda bertemu dengan orang Jawa di tengah jalan, tidak ada salahnya untuk mengucapkan “monggo” yang artinya “mari” atau mempersilakan.
Orang Jawa sangat suka akan kebersamaan. Sehingga mereka selalu mempertahankan budaya gotong royong. Lagipula, pekerjaan akan lebih mudah terselesaikan bila dilakukan bersama-sama. Benar, tidak? Budaya ini terdapat dalam filosofi Jawa yaitu ‘guyub agawe santosa’.
Jika Anda tinggal di lingkungan Jawa, coba lihatlah, pasti mereka sering melakukan gotong royong. Budaya ini kerap dilakukan tiap dua minggu atau sebulan sekali. Biasanya mereka bergotong royong untuk kegiatan sosial seperti membersihkan lingkungan. Bahkan ketika ada yang mengadakan hajatan, tetangga sekitar dengan senang hati membantunya. Ini bisa lebih mengikat persaudaraan di antara mereka.
Berkumpul memang asyik, apalagi bersama keluarga atau teman. Namun, hasrat untuk berkumpul lebih besar ketika ada sesuatu yang ingin dicapai. Kita kerap kali memikirkan faedah apa yang didapatkan ketika berkumpul. Kalau sekedar tertawa saja, mungkin lebih baik Anda di rumah saja. Benar, begitu?
Namun, hal tersebut tidak berlaku bagi orang Jawa. Berfaedah atau tidaknya, yang penting berkumpul. Hal ini dilakukan untuk selalu menjaga silaturahmi dan tali persaudaraan. Selain itu, kebiasaan ini juga dipercaya dapat mengikis egoisme seseorang. Sehingga orang tersebut selalu mementingkan urusan keluarga ketimbang urusan pribadi, mengutamakan kepentingan bersama daripada kepentingan diri sendiri.
Bahkan orang Jawa juga cenderung beranggapan kalau berkumpul itu lebih berharga daripada sesuap nasi. Filosofinya adalah ‘mangan ora mangan sing penting ngumpul’. Makan tidak makan yang penting kumpul. Setuju?
Ramah dan sopan jadi sifat orang Jawa dari ‘sananya’. Ini terbukti dari cara mereka bertingkah laku. Dalam berbicara, mereka cenderung memperhatikan kosakata. Terlebih lagi ketika berbicara dengan orang yang lebih tua.
Ada tiga jenis bahasa Jawa yang digunakan, yaitu:
Ngoko
Bahasa Jawa Ngoko ini digunakan ketika berbicara dengan orang yang lebih muda. Ini biasanya digunakan saat bicara pada adik atau orang lain yang lebih muda usianya. Seringkali bahasa Ngoko ini digunakan pada teman sebaya agar lebih akrab.
Krama Madya
Sedangkan untuk Bahasa Jawa Krama Madya, digunakan saat berbicara dengan orang yang sebaya atau sederajat yang sifatnya lebih formal. Ini biasanya digunakan kepada orang yang tidak dikenal.
Krama Inggil
Bahasa Jawa Krama Inggil ini digunakan untuk orang yang umurnya lebih tua. Sehingga sopan santun saat berbicara tetap terjaga.
Jadi dalam budaya Jawa, tata cara berbicara dengan orang muda dan orang tua berbeda. Sehingga orang Jawa diharuskan bisa memposisikan diri sesuai dengan tempat ia berada.
Orang Jawa bukan tipe orang yang gegabah. Ini sesuai dengan peribahasa ‘alon-alon asal kelakon’. Keinginan boleh saja tinggi. Tapi dalam mencapainya, orang Jawa cenderung lebih berhati-hati yang terkesan lambat, namun membuahkan hasil yang pasti.
Mereka terlihat tidak menggebu-gebu ketika menginginkan sesuatu. Namun cenderung santai yang pasti tujuannya kesampaian. Kita sering mendengar istilahnya ‘pelan tapi pasti’, inilah yang membuat mereka terlihat sangat menikmati hidup. Karena semuanya dijalani dengan kesederhanaan.
6 Filosofi Hidup Orang Jawa ini Bisa Membuat Anda Bijaksana |
Seperti masyarakat Jawa yang sangat kental dengan budayanya, mereka cenderung menjalani hidup sesuai dengan filosofi yang ada di Tanah Jawa. Setiap hal sederhana yang dilakukan menjadi terasa begitu berharga.
Dengan berpegang pada filosofi hidup yang mengalir di setiap pembuluh darah, membuat mereka bisa berbaur dengan siapa saja. Hal inilah yang membuat orang Jawa umumnya bisa bertahan di mana pun mereka berada. Hidup damai berdampingan dengan warga lain.
Mudahnya beradaptasi memberikan nilai plus bagi orang Jawa. Kita bisa belajar dari filosofi hidup orang Jawa untuk lebih bijaksana. Berikut 6 filosofi tersebut agar tetap survive di mana pun Anda berada.
1. Terkenal Ramah atau Friendly
Keramahan orang Jawa tak perlu diragukan lagi. Baik orang Jawa yang berada di Kepulauan Jawa maupun di daerah lain di Indonesia, rata-rata mereka memiliki sifat yang sama. Sifat kalemnya membuat banyak orang merasa nyaman dan ingin berlama-lama dekat dengan mereka.
Keramahan tersebut tidak hanya di lingkungan sosial saja, tapi juga di kehidupan keluarga. Mereka cenderung memberi sapa kepada siapa saja, baik orang lama maupun yang baru dikenalnya, bahkan yang belum dikenal pun tak luput dari keramahannya.
Mereka bisa melemparkan senyum kepada orang asing yang menatapnya. Kalau sudah seperti ini, siapa yang tidak adem ayem ya?
Jika Anda bertemu dengan orang Jawa di tengah jalan, tidak ada salahnya untuk mengucapkan “monggo” yang artinya “mari” atau mempersilakan.
2. Suka Bergotong Royong
Orang Jawa sangat suka akan kebersamaan. Sehingga mereka selalu mempertahankan budaya gotong royong. Lagipula, pekerjaan akan lebih mudah terselesaikan bila dilakukan bersama-sama. Benar, tidak? Budaya ini terdapat dalam filosofi Jawa yaitu ‘guyub agawe santosa’.
Jika Anda tinggal di lingkungan Jawa, coba lihatlah, pasti mereka sering melakukan gotong royong. Budaya ini kerap dilakukan tiap dua minggu atau sebulan sekali. Biasanya mereka bergotong royong untuk kegiatan sosial seperti membersihkan lingkungan. Bahkan ketika ada yang mengadakan hajatan, tetangga sekitar dengan senang hati membantunya. Ini bisa lebih mengikat persaudaraan di antara mereka.
3. Berkumpul itu Penting!
Berkumpul memang asyik, apalagi bersama keluarga atau teman. Namun, hasrat untuk berkumpul lebih besar ketika ada sesuatu yang ingin dicapai. Kita kerap kali memikirkan faedah apa yang didapatkan ketika berkumpul. Kalau sekedar tertawa saja, mungkin lebih baik Anda di rumah saja. Benar, begitu?
Namun, hal tersebut tidak berlaku bagi orang Jawa. Berfaedah atau tidaknya, yang penting berkumpul. Hal ini dilakukan untuk selalu menjaga silaturahmi dan tali persaudaraan. Selain itu, kebiasaan ini juga dipercaya dapat mengikis egoisme seseorang. Sehingga orang tersebut selalu mementingkan urusan keluarga ketimbang urusan pribadi, mengutamakan kepentingan bersama daripada kepentingan diri sendiri.
Bahkan orang Jawa juga cenderung beranggapan kalau berkumpul itu lebih berharga daripada sesuap nasi. Filosofinya adalah ‘mangan ora mangan sing penting ngumpul’. Makan tidak makan yang penting kumpul. Setuju?
4. Selalu Menjaga Norma Kesopanan
Ramah dan sopan jadi sifat orang Jawa dari ‘sananya’. Ini terbukti dari cara mereka bertingkah laku. Dalam berbicara, mereka cenderung memperhatikan kosakata. Terlebih lagi ketika berbicara dengan orang yang lebih tua.
Ada tiga jenis bahasa Jawa yang digunakan, yaitu:
Ngoko
Bahasa Jawa Ngoko ini digunakan ketika berbicara dengan orang yang lebih muda. Ini biasanya digunakan saat bicara pada adik atau orang lain yang lebih muda usianya. Seringkali bahasa Ngoko ini digunakan pada teman sebaya agar lebih akrab.
Krama Madya
Sedangkan untuk Bahasa Jawa Krama Madya, digunakan saat berbicara dengan orang yang sebaya atau sederajat yang sifatnya lebih formal. Ini biasanya digunakan kepada orang yang tidak dikenal.
Krama Inggil
Bahasa Jawa Krama Inggil ini digunakan untuk orang yang umurnya lebih tua. Sehingga sopan santun saat berbicara tetap terjaga.
Jadi dalam budaya Jawa, tata cara berbicara dengan orang muda dan orang tua berbeda. Sehingga orang Jawa diharuskan bisa memposisikan diri sesuai dengan tempat ia berada.
5. Pelan tapi Pasti
Orang Jawa bukan tipe orang yang gegabah. Ini sesuai dengan peribahasa ‘alon-alon asal kelakon’. Keinginan boleh saja tinggi. Tapi dalam mencapainya, orang Jawa cenderung lebih berhati-hati yang terkesan lambat, namun membuahkan hasil yang pasti.
Mereka terlihat tidak menggebu-gebu ketika menginginkan sesuatu. Namun cenderung santai yang pasti tujuannya kesampaian. Kita sering mendengar istilahnya ‘pelan tapi pasti’, inilah yang membuat mereka terlihat sangat menikmati hidup. Karena semuanya dijalani dengan kesederhanaan.
Post A Comment:
0 comments: